Pada 6 Maret 2014, Perwakilan Tetap Suriah di PBB, sosok yang fasih dan
elegan, Bashar al-Ja'afari dan Misi Suriah di PBB telah dikenakan
pembatasan oleh Departemen Luar Negeri AS. Perjalanan mereka dibatasi
tidak lebih dari 25 mil dari perimpangan Lingkar Columbus, New York.
Demikian ungkap analis internasional, Felicity Arbuthnot (8/3).
Dalam catatan Arbuthnot, Sekretaris Jenderal PBB--mewakili organisasi dunia yang menyerukan, "Untuk mempraktikkan toleransi dan hidup bersama satu sama lain sebagai tetangga yang baik... mengembangkan hubungan persahabatan antarbangsa... menjadi pusat harmonisasi tindakan negara... berdasarkan prinsip kesetaraan kedaulatan semua anggotanya "--diduga bungkam dalam kasus ini.
Justru, lanjutnya, yang mengomentari kasus ini adalah kelompok yang secara sepihak mengklaim dirinya Koalisi Demokrasi Suriah (beranggotakan orang Suriah-Amerika pro-pemberontak), dengan menyatakan bahwa Ja'afari terlibat dalam "serangkaian tur propaganda di seluruh AS," kutip Reuters.
Pemandu sorak intervensi militer itu dalam "Call to Action (Seruan Aksi)" kepada "Kontak Anggota Kongres Anda", September lalu, ungkap Arbuthnot, mendesak keterlibatan AS di Suriah dan mengadopsi "Kebijakan Ringkas" yaitu: "digunakan untuk memberi penjelasan singkat terhadap para anggota pemerintah AS terkait krisis di Suriah... dan menjelaskan strategi komprehensif bagi pemerintah AS untuk dilaksanakan. "
Menurut Arbuthnot, Mustahil untuk tidak diingatkan tentang megaproyek Kongres Nasional Irak Ahmed Chalabi yang didanai CIA, yang menjajakan cerita tentang senjata pemusnah massal yang tidak ada dan para penjajah yang disambut "permen dan bunga". Tahun lalu, mereka mendesak, "Pada 11 April, hubungi perwakilan dan senator anda, lalu katakan pada mereka,
"Saya serukan untuk menyuarakan dukungan saya terhadap Free Syria Act 2013 (HR 1327) atau Undang-Undang Transisi Demokrasi Suriah 2013." Tanggal 25 April, "Tandailah Kalender Anda... Datanglah ke Washington dan langsung melobi para pejabat Dewan dan Senat untuk mendukung revolusi Suriah."
Free Syria Act berbunyi: "Menyediakan dana dan bantuan lainnya untuk transisi politik damai, stabil, dan terorganisir dengan pemerintah inklusif yang demokratis..."yang, kebetulan, membuat Presiden (penerima) Nobel Obama dan protes terbaru John Kerry terhadap hak "kedaulatan dan integritas teritorial , berkenaan dengan legitimasi Rusia ... terkait kemenduaan ekstrim Crimea. Terorisme adalah, pada dasarnya, baik di Irak, yang warganya sedang dilatih pasukan khusus AS di Yordania untuk "menyerang rakyatnya sendiri", Libya, Suriah, atau Ukraina, "mencapai tujuan politik lewat cara-cara kekerasan."
Tidak diragukan lagi, lanjut Arbuthnot, ini sebentuk "propaganda", yang dengannya Ja'afari dituduh menyebarkan di AS, apa yang disebutnya secara masuk akal kepada media dunia pada pada "KTT Perdamaian" di Jenewa bulan lalu. Setiap item yag didiskusikan itu harus secara vital disalinghubungkan, kompleks, dan tidak tergesa-gesa, "Kami bersikeras mempertimbangkan setiap item secara terpisah dalam dialog ke dalam rancangan agenda, untuk mencapai kesepakatan terhadap masing-masingnya, karena kesepakatan tersebut akan berdampak positif pada item lainnya."
Selanjutnya, "Mereka ingin memprioritaskan terciptanya 'pemerintahan transisi' karena pihak yang memanfaatkan terorisme belum merampungkannya, orang-orang yang dituduh ingin menghentikan kekerasan harus menerima item kontraterorisme."
Ia juga menjelaskan, "Memanasnya eskalasi militer AS telah mendorong delegasi koalisi untuk menunjukkan kekeras-kepalaan dan menggagalkan putaran ini. Kami siap kembali ke Jenewa setelah tanggal putaran berikutnya disetujui, yang berasal dari keyakinan kami akan pentingnya solusi politik... Kami datang untuk mencapai solusi politik menurut Jenewa, tapi tidak ada solusi yang dapat dimulai sementara orang-orang Suriah hidup di bawah terorisme."
Sebagai tambahan, kata Arbuthnot, terorisme itu memenggal kepala, memotong tangan, dan pada hari-hari terakhir telah meluas dengan mengeksekusi mati anak-anak dan kaum lanjut usia....
Dalam sebuah ironi, lanjut Arbuthnot, pernyataan Ja'afari itu didukung tegas oleh Robert Ford, sosok yang melompat-lompat di langit dan bumi untuk mengguncang Suriah saat menjabat Duta Besar AS di sana sampai melarikan diri pada 2011.
Pada 1 Maret 2014, dalam pidato di Tufts University, Ford menyatakan, "Anda punya satu faksi al-Qaeda yang melawan faksi al-Qaeda lain. Demikian keretakan itu. Satu kepingan yang tajam, melawan kepingan tajam yang lain. Saya tidak membawa kabar baik tentang Suriah untuk Anda malam ini. Oposisi Suriah sendiri telah melakukan tugas yang menyengsarakan karena membedakan dirinya dari unsur al-Qaeda. Sekarang ada sejumlah orang yang benar-benar jahat di Suriah, di sisi oposisi. Dapatkah pihak oposisi menunjukkan bahwa mereka bersedia menjangkau dan mencari cara aman yang bijaksana dan politik yang bijaksana untuk menyatukan kembali seluruh sektarian yang terpecah-pecah?"
Dubes Ja'afari, sosok pria yang tidak membebek kebenaran yang membuat nyaman, ujar Arbuthnot, juga memperingatkan pada 3 September di CNN, "Anda dapat mengulangi kesalahan sama yang berkali-kali dilakukan pemerintahan AS sebelumnya, selama Perang Vietnam, Krisis Kuba, atau Perang Irak bersama Colin Powell di Dewan Keamanan," seraya mengacu pada satu peti kebohongan yang mendasari Powell melancarkan invasi.
Tapi restriksi kecil AS dan keheningan terhadap sepasang tangan AS yang aman di balik pelindung kepala Sekretaris Jenderal PBB kedelapan, Ban-Ki-moon ("yang berusaha menjadi pembangun jembatan" dan mendukung "negara-negara yang dihadapi krisis atau ketidakstabilan"), kata Arbuthnot, tepat mencerminkan apa yang terjadi pada Misi Irak ketika negara itu berulang kali dibom, akhirnya diinvasi, dan, seperti Suriah, dicekik lewat embargo. Kofi Annan, pendahulu Ban, lanjutnya, sama-sama bisu, sekalipun akhirnya selama hampir satu tahun, menyatakan invasi itu ilegal.
Iran dan Korea Utara juga senasib dengan Suriah, ujar Arbuthnot, mengalami restriksi perjalanan di "Tanah Kebebasan".
Suriah adalah anggota pendiri PBB yang menandatangani (peresmiannya) pada hari peluncuran Piagam tersebut pada 24 Oktober 1945. Sementara itu, lanjut Arbuthnot, "Israel", subjek dari 77 Resolusi PBB sejak 1955 hingga 2014, ditingkatkan statusnya pekan lalu oleh AS menjadi "berstatus di atas negara lain", yang kemungkinan akan mencakup keringanan visa dan status sebagai "sekutu strategis utama".
Termasuk juga "langkah-langkah yang akan mendorong peningkatam kerjasama seperti pengembangan rudal, energi, dan keamanan. Tak ada negara lain yang pernah mendapat status ini. Cadangan senjata AS yang ditimbun di Israel harus diperluas.
Dalam catatan Arbuthnot, Sekretaris Jenderal PBB--mewakili organisasi dunia yang menyerukan, "Untuk mempraktikkan toleransi dan hidup bersama satu sama lain sebagai tetangga yang baik... mengembangkan hubungan persahabatan antarbangsa... menjadi pusat harmonisasi tindakan negara... berdasarkan prinsip kesetaraan kedaulatan semua anggotanya "--diduga bungkam dalam kasus ini.
Justru, lanjutnya, yang mengomentari kasus ini adalah kelompok yang secara sepihak mengklaim dirinya Koalisi Demokrasi Suriah (beranggotakan orang Suriah-Amerika pro-pemberontak), dengan menyatakan bahwa Ja'afari terlibat dalam "serangkaian tur propaganda di seluruh AS," kutip Reuters.
Pemandu sorak intervensi militer itu dalam "Call to Action (Seruan Aksi)" kepada "Kontak Anggota Kongres Anda", September lalu, ungkap Arbuthnot, mendesak keterlibatan AS di Suriah dan mengadopsi "Kebijakan Ringkas" yaitu: "digunakan untuk memberi penjelasan singkat terhadap para anggota pemerintah AS terkait krisis di Suriah... dan menjelaskan strategi komprehensif bagi pemerintah AS untuk dilaksanakan. "
Menurut Arbuthnot, Mustahil untuk tidak diingatkan tentang megaproyek Kongres Nasional Irak Ahmed Chalabi yang didanai CIA, yang menjajakan cerita tentang senjata pemusnah massal yang tidak ada dan para penjajah yang disambut "permen dan bunga". Tahun lalu, mereka mendesak, "Pada 11 April, hubungi perwakilan dan senator anda, lalu katakan pada mereka,
"Saya serukan untuk menyuarakan dukungan saya terhadap Free Syria Act 2013 (HR 1327) atau Undang-Undang Transisi Demokrasi Suriah 2013." Tanggal 25 April, "Tandailah Kalender Anda... Datanglah ke Washington dan langsung melobi para pejabat Dewan dan Senat untuk mendukung revolusi Suriah."
Free Syria Act berbunyi: "Menyediakan dana dan bantuan lainnya untuk transisi politik damai, stabil, dan terorganisir dengan pemerintah inklusif yang demokratis..."yang, kebetulan, membuat Presiden (penerima) Nobel Obama dan protes terbaru John Kerry terhadap hak "kedaulatan dan integritas teritorial , berkenaan dengan legitimasi Rusia ... terkait kemenduaan ekstrim Crimea. Terorisme adalah, pada dasarnya, baik di Irak, yang warganya sedang dilatih pasukan khusus AS di Yordania untuk "menyerang rakyatnya sendiri", Libya, Suriah, atau Ukraina, "mencapai tujuan politik lewat cara-cara kekerasan."
Tidak diragukan lagi, lanjut Arbuthnot, ini sebentuk "propaganda", yang dengannya Ja'afari dituduh menyebarkan di AS, apa yang disebutnya secara masuk akal kepada media dunia pada pada "KTT Perdamaian" di Jenewa bulan lalu. Setiap item yag didiskusikan itu harus secara vital disalinghubungkan, kompleks, dan tidak tergesa-gesa, "Kami bersikeras mempertimbangkan setiap item secara terpisah dalam dialog ke dalam rancangan agenda, untuk mencapai kesepakatan terhadap masing-masingnya, karena kesepakatan tersebut akan berdampak positif pada item lainnya."
Selanjutnya, "Mereka ingin memprioritaskan terciptanya 'pemerintahan transisi' karena pihak yang memanfaatkan terorisme belum merampungkannya, orang-orang yang dituduh ingin menghentikan kekerasan harus menerima item kontraterorisme."
Ia juga menjelaskan, "Memanasnya eskalasi militer AS telah mendorong delegasi koalisi untuk menunjukkan kekeras-kepalaan dan menggagalkan putaran ini. Kami siap kembali ke Jenewa setelah tanggal putaran berikutnya disetujui, yang berasal dari keyakinan kami akan pentingnya solusi politik... Kami datang untuk mencapai solusi politik menurut Jenewa, tapi tidak ada solusi yang dapat dimulai sementara orang-orang Suriah hidup di bawah terorisme."
Sebagai tambahan, kata Arbuthnot, terorisme itu memenggal kepala, memotong tangan, dan pada hari-hari terakhir telah meluas dengan mengeksekusi mati anak-anak dan kaum lanjut usia....
Dalam sebuah ironi, lanjut Arbuthnot, pernyataan Ja'afari itu didukung tegas oleh Robert Ford, sosok yang melompat-lompat di langit dan bumi untuk mengguncang Suriah saat menjabat Duta Besar AS di sana sampai melarikan diri pada 2011.
Pada 1 Maret 2014, dalam pidato di Tufts University, Ford menyatakan, "Anda punya satu faksi al-Qaeda yang melawan faksi al-Qaeda lain. Demikian keretakan itu. Satu kepingan yang tajam, melawan kepingan tajam yang lain. Saya tidak membawa kabar baik tentang Suriah untuk Anda malam ini. Oposisi Suriah sendiri telah melakukan tugas yang menyengsarakan karena membedakan dirinya dari unsur al-Qaeda. Sekarang ada sejumlah orang yang benar-benar jahat di Suriah, di sisi oposisi. Dapatkah pihak oposisi menunjukkan bahwa mereka bersedia menjangkau dan mencari cara aman yang bijaksana dan politik yang bijaksana untuk menyatukan kembali seluruh sektarian yang terpecah-pecah?"
Dubes Ja'afari, sosok pria yang tidak membebek kebenaran yang membuat nyaman, ujar Arbuthnot, juga memperingatkan pada 3 September di CNN, "Anda dapat mengulangi kesalahan sama yang berkali-kali dilakukan pemerintahan AS sebelumnya, selama Perang Vietnam, Krisis Kuba, atau Perang Irak bersama Colin Powell di Dewan Keamanan," seraya mengacu pada satu peti kebohongan yang mendasari Powell melancarkan invasi.
Tapi restriksi kecil AS dan keheningan terhadap sepasang tangan AS yang aman di balik pelindung kepala Sekretaris Jenderal PBB kedelapan, Ban-Ki-moon ("yang berusaha menjadi pembangun jembatan" dan mendukung "negara-negara yang dihadapi krisis atau ketidakstabilan"), kata Arbuthnot, tepat mencerminkan apa yang terjadi pada Misi Irak ketika negara itu berulang kali dibom, akhirnya diinvasi, dan, seperti Suriah, dicekik lewat embargo. Kofi Annan, pendahulu Ban, lanjutnya, sama-sama bisu, sekalipun akhirnya selama hampir satu tahun, menyatakan invasi itu ilegal.
Iran dan Korea Utara juga senasib dengan Suriah, ujar Arbuthnot, mengalami restriksi perjalanan di "Tanah Kebebasan".
Suriah adalah anggota pendiri PBB yang menandatangani (peresmiannya) pada hari peluncuran Piagam tersebut pada 24 Oktober 1945. Sementara itu, lanjut Arbuthnot, "Israel", subjek dari 77 Resolusi PBB sejak 1955 hingga 2014, ditingkatkan statusnya pekan lalu oleh AS menjadi "berstatus di atas negara lain", yang kemungkinan akan mencakup keringanan visa dan status sebagai "sekutu strategis utama".
Termasuk juga "langkah-langkah yang akan mendorong peningkatam kerjasama seperti pengembangan rudal, energi, dan keamanan. Tak ada negara lain yang pernah mendapat status ini. Cadangan senjata AS yang ditimbun di Israel harus diperluas.
0 komentar:
Posting Komentar